Tugas Mulia HmI:
Merehabilitasi Pancasila dan Mengantisipasi Isu SARA
(Agung Suderajat)
Dewasa
ini, Pancasila mungkin hanya dianggap suatu simbol semata dan hiasan yang
terpajang di dinding perkantoran, gedung sekolah, rumah, bahkan istana
kepresidenan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya konflik yang terjadi
dimana ancaman tidak hanya berasal dari luar Indonesia melainkan ancaman dari
bangsa sendiri, yaitu bangsa Indonesia. Mereka yang kurang memahami nilai-nilai
Pancasila, terjebak dan sekarat dalam sekat-sekat ideologi dan terpecah dalam
berbagai golongan suku, ras, agama, daerah dan kepentingan yang sempit. Padahal
awal lahirnya pancasila ketika Ir. Soekarno berpidato saat sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945 memiliki tujuan yang mulia untuk membawa bangsa Indonesia
menuju jalan kebenaran. Tokoh Indonesia pada waktu itu juga mendukung gagasan
Ir. Soekarno,seperti Muh. Yamin dan Dr. Soepomo dengan cara ikut serta
menuangkan ide-ide yang mereka miliki untuk merumuskan pancasila. Apa daya itu
hanyalah momentum sesaat yang bergejolak di waktu kemerdekaan,dengan semangat
yang berkobar-kobar laksana bara api yang siap membakar apa pun yang
menghalangi jalannya. Begitulah semangat yang dirasakan para tokoh Indonesia
pada waktu itu untuk merumuskan pancasila. Semangat itulah yang merupakan modal
awal untuk menciptakan sebuah bangsa yang beradab.
Pancasila
bukan sebuah angan-angan kosong bukan juga sebuah puisi isapan jempol tetapi
sebuah cita-cita luhur yang harus di jaga dari masa ke masa. Dijaman sekarang
banyak masyarakat Indonesia yang sudah mengesampingkan pancasila,di era global
ini sudah seperti kehilangan jati
dirinya,realitas menunjukkan bahwa kesadaran bersikap kebangsaan sebagai rakyat
Indonesia saat ini mengalami kemunduran. Hanya segelintir orang yang peduli
terhadap pancasila sebatas hitungan jari tangan batasan orang yang sampai
sekarang peduli tentang pancasila. Bangsa Indonesia sekarang lebih mementingkan
gengsi dan ego. Gengsi terhadap bangsa lain tentang pencapaian yang jauh
meninggalkan bangsa Indonesia. Para pemimpin bangsa lebih mementingkan urusan
gengsi dari pada memikirkan betapa rusaknya ideologi bangsa.
Ir.
Soekarno berkata “masa kami memanglah sulit dengan melawan para penjajah,tetapi
masa para penerus bangsa selanjutnya yang lebih sulit meraka harus melawan
bangsa meraka sendiri”. Dari kutipan perkataan yang dilontarkan oleh Ir.
Soekrno seharusnya para pemimpin bangsa lebih mementingkan merehabilitasi pancasila dari pada mendahulukan gengsi. Ideologi
bangsa sudah melenceng jauh keluar lintasan cita-cita awal. Rusaknya ideologi
bangsa akan menyeret semua permasalahan yang komplek. Mulai dari masalah antar
individu,antar kelompok,antar suka bahkan masalah yang lebih serius yaitu
perpecahan bangsa Indonesia. Semua masalah tersebut saat ini sudah terjadi di
dalam bangsa Indonesia. Permasalahan yang menyangkut sila pertama belakangan
ini santar terdengar bagaikan angkutan umum yang sedang hilir mudik mencari
penumpang. Setiap saat tak henti-hentinya bermunculan pembaruan bak artis yang
sedang naik daun dengan harga jual selangit. Rakyat jelata berperan tak lebih
hanyalah penonton dari sebuah sandiwara maha besar. Rakyat pun di bodohi dengan
suguhan maha karya Republik ini tak perlu bersusah
payah menyelesaikan permasalahan kerena semua sudah terkonsep dengan matang.
Tetapi rakyat yang memiliki fanatisme tinggi tidak ingin tertinggal untuk ikut
andil dalam ‘menyelesaikan’ masalah ini.
Tidak
hanya permasalahan yang menyangkut sila pertama dalam pancasila tetapi juga
masalah yang menyelimuti sila yang lain. Konflik antar suku sering terjadi di
belahan bumi timur Indonesia. Dipicu persoalan sepele dan harga diri suku harus
mengorbankan nyawa yang berharga. Kejadian tersebut sili berganti menerpa
kehidupan bangsa. Indonesia pun digonjang dengan meletusnya sebuah persoalan
sebagian dari golongan rakyat yang ingin memisahkan diri dari negara ini.
Berbagai macam alasan mereka lontarkan sebagai dalih untuk berpisah dari NKRI.
Mulai dari kurangnya pemerataan pembangunan,kesenjangan sosial, dan penindasan
yang sepihak untuk sebuah kepentingan sesaat. Mata pun tidak bisa terus
terpejam saat hal buruk menggancam kedaulatan dan persatuan Indonesia. Ketika
setiap lapisan masyarakat menyadari betapa pentingnya nilai dari pancasila hal
tersebut bisa diminimalisir. Sehingga apa yang sudah di cita-citakan dan di
tuangkan dalam sila ketiga pancassila bisa terwujud.
Dampak
yang sangat serius akan berkesinambungan dan tidak akan terselesaikan apa bila
hanya saling berpangku tangan. Ketika mahasiswa sebagai penerus emas bangsa
belum menyadari hal ini,langkahnya sebagai mahasiswa tidaklah begitu jelas.
Hanya kuliah pulang adalah rutinitas mahasiswa, karena belum begitu memahami
apa yang akan menjadi tujuan sebenarnya. Namun ketika seorang individu
mengetahui apa tujuannya selain langkahnya lebih terarah,individu tersebut juga
memiliki suatu motivasi untuk mengejar tujuan tersebut. Sehingga apabila semasa
perkuliahan itu merasa jenuh dan malas, maka apabila melihat lagi tujuan yang
hendak capai niscaya timbul motivasi dalam diri sendiri. Berbanding lurus
begitulah yang seharusnya dilakukan untuk negara dan bangsa Indonesia. Setiap
jiwa haruslah memiliki kesadaran untuk menyelamatkan Indonesia dari
keterpurukan karena kurangnya pemahaman tentang nilai-nilai dari pancasila.
Apalagi HmI sebagai salah satu tombak pengerak dalam pembaharuan selayaknya
memiliki gagasan-gagasan terkemukah dan inovatif. Sehingga semua permasalahan
dengan mudah terselesaikan. Ibarat kata “semudah membalikkan telapak tangan’’,
tetapi itu tidak semudah yang terucap dan haruslah miliki tujuan yang jelas.
Menurut arti umumnya
tujuan adalah sesuatu (apa) yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu satu sampai lima tahun. Dalam kurun waktu tersebut berbagai langkah dan
metode harus digunakan agar tujuan HmI tercapai. Pentingnya tujuan dalam setiap
langkah yang di ambil ialah memberi arah agar mampu mengambil langkah dan
tindakan yang tepat. Maka sudah sewajarnya suatu organisasi mempunyai suatu
cita-cita mulia yang sering diidentikkan dengan sebuah tujuan yang biasanya
tertuang dalam suatu aturan-aturan baku yang telah disepakati oleh semua
anggotanya. Tujuan sebisa mungkin merupakan representasi dari
keinginan-keinginan semua anggotanya. HmI sebagai organisasi pengkaderan
haruslah memiliki tujuan menciptakan kader yang militan supaya mereka sebagai
generasi penerus bisa memperbaiki apa yang salah dan meluruskan apa yang telah
menyimpang. Bukan hanya itu saja yang harus di lakukan HmI sebagai organisasi
pengkaderan tetapi bertugas menciptakan para hero-hero baru untuk memimpin
sehingga kemampuan menembus semua lorong dari inti permasalahan yang sedang
dihadapi bangsa. Tidak lupa HmI memiliki tugas mulia mengantisipasi segala isu
SARA yang sering terjadi. Setiap kader HmI haruslah memiliki rasa toleransi
dengar orang sekitar sehingga dapat menciptakan rasa kekeluargaan yang erat.
Mari
bersama-sama merenungkan setiap jengkal tanah yang berada di atas bumi
pertiwi,setiap masalah yang tak hentinya bertamu di negeri ini. Sanggupkah kita
sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai persatuan bergandengan tangan
menyuarakan satu tujuan untuk menjadikan nusantara sebagai lahan ilmu dan
tempat yang nyaman sekaligus aman untuk mereka tunas-tunas muda bangsa?. Ibarat
kata yang sering terucap dari seorang pujangga “sebelum janur kuning melengkung
akan ku kejar cinta dan jodohku walau pun harus menyebrangi lautan dan mendaki
gunung”. Begitu juga sebagai generasi penerus dan harapan bangsa kita haruslah
terus berusaha keras demi terwujudnya cita-cita mulia demi terwujudnya tatanan
bangsa yang beradab. Kalau bukan kita,siapa lagi?. Kalau bukan sekarang,kapan
lagi?
Komentar
Posting Komentar