MAN JADDA WAJADA!!!
Aktivis, Pejuang Cumlaude! Why Not?
WIDADATUS SA'ADAH
Menurut Wikepedia Indonesia, enksiklopedia bebas berbahasa
Indonesia (2007),
mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi
di sebuah universitas atau perguruan tinggi.
Mahasiswa memilki peran penting dalam membangun bangsanya yang dikenal dengan
trifungsi mahasiswa yakni Agent of Change, Sosial of Control
dan Man of Analysis.
Menyandang predikat mahasiswa yang bermakna sebagai
manusia yang berpendidikan, maka harus mampu berperan dalam dunia pendidikan.
Rasa empati untuk perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik, berfikir kritis
dan bergerak untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Menjawab impian bangsa
dengan mengembangkan diri secara
maksimal dan memberikan kontribusi yang signifikan kepada almamater dan
masyarakat umum. Serta menyelaraskan antara kebutuhan pengembangan diri dengan
pemberian sumbangsih kepada lembaga dan masyarakat secara umum di hampir semua
aspek kehidupan.
Pedoman
menjadi mahasiswa mengacu pada hukum Islam yakni ada lima, pertama adalah
wajib. Kewajiban mahasiswa adalah akademik di bangku perkuliahan. Tujuan utama
ketika kita menyandang mahasiswa adalah kuliah, melaksanakan tanggung jawab
dengan sungguh-sungguh terhadap orang tua untuk menjadi insan yang akademisi.
Hukum
kedua dalam Islam adalah Sunnah, menjadi mahasiswa yang organisatoris adalah
sunnah. Makna sunnah dalam Islam yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah sebagai
sahabat karib dari kewajiban. Ada nilai besar di dalamnya, kekuatan yang
bersinergi dengan kewajiban. Senada dengan akademik dan Organisasi, akan
menjadi hal yang luar biasa apabila kita mampu menjadi insan yang akademisi dan
organisatoris.
Hukum
ketiga yakni Mubah contohnya yakni mahasiswa yang kuliah sambil berbisnis maka
hukumnya boleh-boleh saja. Keempat yakni Makruh, misalnya nongkrong dan diskusi
ngalur ngidul hingga larut malam yang lebih besar dampak mudharatnya. Sedangkan yang terakhir
yakni haram alias pacaran.
Kader
HMI yang masyhur dikenal
sebagai aktivis, aktif
di segala bidang kampus, tidak hanya di bidang organisasi tapi juga di dunia
politik kampus. Harapan bangsa untuk
menjadi agen of change di
masyarakat nantinya. Yang memilki pemikiran-pemikiran kritis yang disertai
dengan action. Namun belakangan ini, kita melihat suatu kenyataan
yang menyimpang dari keharusan, maka menjadi tugas kader sebagai anak emas yang
berintelektual untuk menumbuhkan kesadaran,
merubah sebagaimana mestinya. Fenomena dan stigma
mahasiswa saat ini yang memproklamirkan bahwa akademik dan organisasi adalah
pilihan, dimana pilihan tersebut
kadang kala harus ada yang dikorbankan. Menjadi aktivis
yang kritis membaca ketidakadilan, atau menjadi akademisi yang hanya menebar
prestasi di bangku perkuliahan. Ketika pilihan jatuh menjadi mahasiswa yang
organisatoris bahkan menjadi aktivis, maka fenomena yang terlihat dan melekat
saat ini yakni, kuliah molor atau nilai ip yang sekadarnya. Berbeda dengan
mereka yang menjatuhkan pilihan menjadi insan akademisi dengan beberapa label negatif yang
melekat pada diri mereka yakni dicetak menjadi insan yang mendambakan materi
dan melupakan esensi, acuh terhadap lingkungan, individualis, menghamba pada
nilai, pengemis kepentingan, dan menjadi
manusia-manusia yang pandai menjilat. Tak bisakah kita merubah sejarah yang
akhir-akhir ini tercitra
pada kader HMI? Mari berevolusi, kembali kepada tujuan Organisasi. Kembali pada misi
suci, jadi apakah tujuan HMI sebenarnya?
“Terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT”
Sudahkah kita menjadi insan yang akademis? Menjadi insan
akademis adalah kualitas pertama dari kualifikasi lima kulitas insan cinta yang
bermakna berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional,
obyektif, dan kritis. Menjadi insan akademis yang mampu menghadapi sekelilingnya
dengan kesadaran. Lantas apa yang harus disadari? Kita melihat degredasi HMI
saat ini yang justru tercermin dari padamnya kepercayaan dari kalangan
mahasiswa dan masyarakat. Menyurutnya kepercayaan masyarakat terhadap
organisasi, ketakutan mereka bahwa dengan berorganisasi justru menghambat untuk
berprestasi di kampus, kekhawatiran kuliah yang terbengkalai yang berakibat
lulus tidak tepat waktu, sehingga orang tua
merekalah yang harus menanggung cibiran dan komentar negatif. Inilah
tantangan kader HMI saat ini, menuntaskan kuliah dengan waktu yang relatif
singkat, memiliki kualitas yang tinggi, semangat
kompetisi untuk menebar prestasi bukan sekedar sensasi.
Menghilangkan stigma yang melekat saat ini, mampukah kita sebagai kader
menuntaskan tantangan ini?
Jika kita sebagai kader sudah mampu
menorehkan prestasi, menjawab tantangan masyarakat dengan respon yang positif,
mampu membuang stigma yang melekat pada kader HMI, maka secara alami seperti
air yang selalu mengalir kebawah, kuantitas kader HMI akan terekrut dengan
sendirinya. Mahasiswa non organisasi akan melihat nilai tawar yang diberikan
HMI, apabila berproses di dalamnya. Keyakinan mereka akan tumbuh, dan berani
untuk bermetamorfosis didalamnya.. Jika
saat ini tidak ada bukti nyata yang mampu kita torehkan? Apa yang akan kita
tawarkan? Haruskah kita terbuai dengan kejayaan HMI di masa lalu? Menjual
benih-benih romantisme masa lalu yang sering kita banggakan?
Man
Jadda Wajadda, nothing imposibble in this world. Aktivis,
Pejuang Cumlaude! Why Not?
Mari berbenah diri,
jangan terus berdiam diri, keluar dari zona nyaman yang mengepung diri. Membuka
pola pikir, membuka mata hati karena fikiran akan merubah tindakan.
Berkontemplasi, tidak inginkah kita mengharumkan negeri ini mengenalkan pada
dunia, membawa jubah hijau hitam yang terpatri dalam jiwa, bersaing di bidang
pendidikan di era globalisasi, apa yang harus kita bawa kalau bukan prestasi,
mengharumkan bendera merah putih di dunia pendidikan. Membuktikan pada mereka yang
menjastis kita hanya pintar dalam beretorika, berdebat, dan beradu
politik. Menumbuhkan harapan,
meningkatkan semangat idiologis dan intelektual, mari menuliskan tinta-tinta
dalam lembar sejarah mengagumkan,
memulai dari hal yang kecil karena hal yang besar dimulai dari hal-hal yang
kecil misalnya berprestasi di dalam kelas, mengharumkan nama almamater dengan
meloloskan pkm yang dibiayai oleh dikti, meraih beasiswa dalam negeri bahkan
luar negeri. Yang perlu ditekankan
adalah jangan mengentengkan sesuatu yang belum pernah kita capai. Merangkahlah
jika perlu, bukan untuk menjatuhkan diri, tapi inilah bagian dari proses
ikhtiar kita. Mengetuk pintu hati, hari ini seolah kita membenarkan citra buruk
yang menggurat pada kader hmi, yang menorehkan dan mengharumkan Universitas
Trunjoyo Madura justru mereka yang non organisasi atau mereka orang-orang yang
hanya aktif di bangku perkuliahan.
Meneruskan
misi suci para leluhur HMI di kejayaan masa lalu. Tanah air menjadi saksi,
sejarah telah tertulis, perjuangan menjadi bukti, bagaimana para pejuang HMI
dulu menorehkan perubahan untuk bangsa dan umat. Sejarah adalah bagian dari
pencapaian jati diri. Masa lalu adalah orang tua kita, dan kita adalah anak
untuk masa depan. Sulit untuk dilakukan, namun tidak mustahil untuk diwujudkan.
Berfikir untuk bertindak, bertindak untuk kemashalatan bangsa dan umat. Menjadi
kaum intelektual menjadi manusia yang bermakna. Menyatukan pikiran dan hati
nurani. Kader HMI adalah kaum
intelektual, berbudi pekerti, berprestasi,
mengabdi untuk negeri. Tidak apa menjadi minoritas asal berkelas. Mari
berbenah, atau kita akan punah. MAN JADDA WAJADA, Yakin Usaha Sampai dan semoga
Allah senantiasa meridhai J J J
Komentar
Posting Komentar