HMI?
KEMBALIKAN PADA KESUCIAN
SYAIFUL BAHRI
Banyak yang bertanya sekarang tentang keberadaan
sebuah organisasi dikancah perguruan tinggi baik internal maupun eksternal.
Tentu menanyakan keberadaan ini bukan lagi baik dan buruknya sebuah organisasi
namun lebih ada dan tiada. Lagi-lagi organisasi ekstra yang ditanyakan
keberadaannya, “kemanakan organisasi ektra hari ini yang dulu berkiprah dan
tanggap dengan keresahan yang dialami bangsa dan Negara Indonesia?”. Begitulah gambaran hari ini. Sebuah organisasi
tidaklah terpandang bahkan lebih dari itu tidak ada kekuatannya, ada dan tiada
tidaklah diharapkan sebagaimana masa lalu.
Himpunan
Mahasiswa Islam adalah salah satu organisasi ekstra kampus yang tertua di
perguruan tinggi setelah dua tahun kemerdekan Indonesia. Kiprah perjuangannya
adalah islam dan keindonesiaan untuk umat dan bangsa, sesuai dengan tujuan awal
terbentuknya. Kebesaran HMI tidak luput dari perjuangan keras dan panjang,
mengingat misi yang diemban suci. Namun tidak mudah untuk mencapai misi
tersebut melainkan harus memiliki semangat tinggi. Terbukti dengan sejarah gemilang perjuangan HMI dari
periode hingga periode yaitu ikut mengusir agresi militer (1947-1948), ikut
menumpas affair di madiun (1948), mengembangkan HMI seluruh nusantara, di mana
ada perguruan tinggi disitu ada HMI (1951-1960), behasil melawan upaya-upaya
yang membubarkan HMI (1961-1965), tampil pelopor dan penumpas orde lama dan
gestapu PKI (1965-1968), tampil menjadi pemimpin mahasiswa atau masyarakat
dalam melahirkan dan menegakkan orde baru (1966-1985), tampil menjadi
pembeharuan kembali pemikiran keagamaan dalam bidang pemikiran agama, kerjasama
dengan birokrasi atau pemerintah transportasi sosial (1970-1985), dan menerima
asas tunggal (1986). Sejarah yang paling gemilang dalam sejarah perjuangan HMI
adalah upaya-upaya untuk mempertahankan organisasi HMI agar tidak dibubarkan
oleh PKI. Terbukti pada waktu itu PKI yang bubar karena kontra revolusioner
hingga akhirnya Bung Karno tetap mendukung keberadaan HMI (Go Ahead HMI),
Gemuis menjaga HMI dengan jargonya yang heroik “langkahi dulu mayatku sebelum
buyarkan HMI”.[1]
Jika melihat realitas masa lalu mempertahankan organisasi bukan main namun
berbagai macam tantatangan ekternal, tapi HMI tidak pernah getar dengan
persoalan yang dialami. Sampai sekarang HMI sudah berumur 70 tahun bekiprah. Kalau
kita ibaratkan HMI dengan manusia sudah tua renta tak berdaya untuk perjuangan
kembali. akankah HMI mulai redup dan tak berdaya dengan kondisi yang
bergejolak?.
Bukan
tolok ukur sebuah analogi manusia dengan HMI secara umur, karena tentu berbeda
jika dilihat secara esensi. Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang berakal
budi yang memiliki batas waktu sedang organisasi sebagai wadah untuk berkumpul
yang memiliki peran dan tujuan yang jelas. sesuai dengan konsitusi pasal 9
peran HMI sebagai organisasi perjuangan dan tujuannya pada pasal 4 yaitu
“terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhi Allah Subhanahu
wata’ala”. Sekalipun HMI sudah memiliki peran dan tujuan yang jelas tetapi
tidak ada yang berproses didalamnya tidaklah tercapai peran dan tujuan
tersebut. Maka dari itu yang berproses di dalam organisasi HMI dikatakan
sebagai “KADER”. Kader merupakan sekelompok orang yang terorganisir secara
terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar. Ada
pula yang mengatakan kader adalah orang-orang yang terlatih yang terbatas
jumlahnya. Dengan demikian HMI berfokus pada pembinaan personal kader sehingga
nantinya akan hidup ditengah-tengah masyarakat untuk menularkan
kualitas-kualitas yang ada pada dirinya. Seyokyanya sebagai kader haruslah
mengenal aturan-aturan permainan organisasi dan memiliki keperpihakan yang
jelas terhadap kaum tertindas. Tentu saja sebagai kader meningkatkan
intelektual untuk mengwujudkan keharusannya.
Besar
harapan organisasi HMI untuk mencetak kadernya, dalam kancah kompetisi dengan
organisasi yang lain. Seringkali penulis mendengarkan kalimat “kalau belum menjadi
kader HMI, jangan mengaku akademisi dan intelektual” artinya, HMI berharap
kadernya menjadi inspirasi umat untuk yang terus memberikan petunjuk kepada
jalan yang lebih maju. Apa yang membedakan HMI dan organisasi lain, yaitu
intelektualitas. Sehingga aspek yang satu ini menjadi aspek yang penting untuk
terus dipetahankan. Intelektualitas merupakan ujung tombak kemajuan HMI yang
terbukti pada masa keemasannya, HMI dipuja dan menjadi pahlawan umat islam
dunia dan bangsa Indonesia sendiri.
Dewasa
ini, organisasi HMI mulai mengalami kemunduran tidak lagi seperti yang dahulu
kita dengar. Penyakit yang menyerang HMI masa kini tak lain dan tak bukan
perpecahan di internal sendiri hingga menjadi pecah belah baik ditingkat
pengurus besar (PB), cabang, hingga ke komisariat yang sering kali kita dengar
ujung tombank pengkaderan. Kejadian seperti ini akan menghambat terhadap
jalannya proses pengkaderan sehingga akan menghasilkan pecah belah dalam satu
wadah (saling menyalahkan, menggungat), akan terhambat terhadap peningkatan
intelektualitas kader sehingga nilai-nilai akademis sudah padam, kreatif dan
inovatif mulai redup, nafas islam mulai tersenggal-senggal, karakter tanggung
jawab pudar, administrasi kacau atau amburadul dan manajemen dana tidak
transparan.
Lalu apa
yang harus kita lakukan sebagai kader HMI demi menjaga dan merawat kedepannya
demi tercapainya tujuan. Kita semua patut menyukusri karena hingga sekarang HMI
tetap bertahan, untuk itu marilah kita perbaiki bagaimana kedepannya. Hal yang
harus kita lakukan bersama hindari perpecahan sehingga tidak ada lagi ada
golongan dalam satu wadah. Semboyan ini pas kiranya dipegang teguh oleh kader
HMI “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. artinya sesuatu kelompok akan
berhasil jika dikerjakan dengan bersama-sama untuk mencapai tujuan. Demikian
pula dengan organisasi HMI menjadi kuat dan maju jika tidak berpecah belah. Kemudian
organisasi ini kuat ditopang dengan intelektual yang tinggi sehingga tidak lagi
nilai akademis kader redup. Tentu menengkatkan intelektual di HMI dengan tradisi
pada akhirnya menjadi budaya dikalangan kader untuk dilestarikan yaitu “sendiri
membaca, berdua diskusi, tiga aksi”. Meningkatkan tradisi membaca sebuah
keharusan bagi kader “tiada hari tanpa membaca buku” setidaknya membaca modal
untuk tradisi berdiskusi sehigga yang disampaikan bernilai, selanjutnya
trasdisi aksi, kalau kita pahami betul aksi yang dimaksud bentuk amal dari
hasil membaca dan berdiskusi yaitu dengan menulis (dalam artian bukan menulis di
facebook, status whatsapp, dan SMS tetapi menulis karangan ilmiah dan
imajianatif).
Karena kita sebagai kader
HMI yang bernafaskan islam seyogyanya tingkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
allah SWT, melakukan kewajibannya sebagai umat muslim yaitu ibadah, rajin
membaca al-quran dan dalami Nilai-Nilai Dasar Perjuangan karena sejatinya NDP
bersumber pada al-quran dan al-hadist. Jadi, inilah yang harus diperjuangkan
oleh kader HMI tidak hanya mengurusi dunia namun juga uhrawi (akhirat). Dengan
demikian inilah kehidupan yang sesuai dengan fitrahnya. Sebagaimana dikatakan
Nurcholis Majid dalam kata pengatar PB HMI untuk Nilai-Nilai Dasar Perjuangan
alinea ke dua menyatakan “HMI selain merupan organisasi kemahasiswaan yang
memperhatikan student needs and student interest juga merupakan sebuah
organisasi perjuangan yang mengembang suatu mession sacree. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa tugas suci HMI adalah berusaha menciptakan
masyarakat yang adil dan sejahtera. Sebab islam yang menjadi dasar
perjuangannya membuat ajaran pokok bahwa Sesungguhnya Allah memerintahkan akan
keadilan dan ihsan (usaha perbaikan masyarakat)”.
Komentar
Posting Komentar